Posts tagged ‘six sigma’

Six sigma

Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan Scroeder, 2000).

Six sigma mempunyai 2 arti penting, yaitu:

  • Six sigma sebagai filosofi manajemen

Six sigma merupakan kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota perusahaan yang menjadi budaya dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Tujuannya meningkatkan efisiensi proses bisnis dan memuaskan keiginan pelanggan, sehingga meningkatkan nilai perusahaan.

  • Six sigma sebagai sistem pengukuran

Six sigma sesuai dengan arti sigma, yaitu distribusi atau penyebaran (variasi) dari rata-rata (mean) suatu proses atau prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil variasi (sigma).

Six sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect per Million Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO merupakan ukuran yang baik bagi kualitas produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Dengan menggunakan tabel konversi ppm dan sigma pada lampiran, akan dapat diketahui tingkat sigma. Cara menentukan DPMO adalah sebagai berikut:

  • Hitung Defect per Unit (DPU)

DPU = (1)

  • Hitung DPMO terlebih dahulu menentukan probabilitas jumlah kerusakan.

DPMO = (2)

Tabel Hubungan sigma dan DPMO

Sigma

Parts per Million

6 Sigma

3,4 defects per million

5 Sigma

233 defects per million

4 Sigma

6.210 defects per million

3 Sigma

66.807 defects per million

2 Sigma

308.537 defects per million

1 Sigma

690.000 defects per million

Sumber : Pande, Peter. 2000.

1. Keunggulan Six Sigma

Six Sigma sebagai program kualitas juga sebagai tool untuk pemecahan masalah. Six sigma menekankan aplikasi tool ini secara metodis dan sistematis yang akan dapat menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas. Metodologi yang sistematis ini bersifat generik sehingga dapat diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa.

Six Sigma juga dikatakan sebagai metode yang berfokus pada proses dan pencegahan cacat (defect) (Snee, 1999). Pencegahan cacat dilakukan dengan cara mengurangi variasi yang ada di dalam setiap proses dengan menggunakan teknik-teknik statistik yang sudah dikenal secara umum.

Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Biasanya Six Sigma membawa perbaikan pada hal-hal berikut ini (Pande, Peter. 2000):

  1. Pengurangan biaya
  2. Perbaikan produktivitas
  3. Pertumbuhan pangsa pasar
  4. Retensi pelanggan
  5. Pengurangan waktu siklus
  6. Pengurangan cacat
  7. Pengembangan produk / jasa

Ditinjau dari alat yang digunakan, Six Sigma cukup luas. Gambar berikut menunjukkan metode-metode yang biasa digunakan dalam Six Sigma.

Metode dan Alat (Tools) Penting dalam Six Sigma

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Six Sigma dibanding metode lain adalah:

  1. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six Sigma dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan strategi sampai operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi motivasi atas usaha.
  2. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen, keuangan, pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan sebagainya.
  3. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat dimonitor dan direspon balik dengan cepat.
  4. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja sigma akan berubah.

Salah satu kunci keberhasilan Six Sigma adalah kerja tim dan khususnya Black Belt yang dilatih, juga alat-alat yang digunakan dapat memberikan kekuatan pada proses usaha perbaikan dan usaha pembelajaran. Metode atau alat-alat tersebut antara lain:

  1. SPC (Statistical Process Control) atau pengendalian proses secara statistik, berguna untuk mengidentifikasi permasalahan.
  2. Pengujian tingkat signifikan statistik (Chi-Square, T-Test dan ANOVA), untuk mendefinisikan masalah dan analisa akar penyebab permasalahan,
  3. Korelasi dan Regresi, berguna untuk menganalisa akar penyebab masalah dan memprediksi hasilnya.
  4. Desain Eksperimen, untuk menganalisa solusi optimal dan validasi hasil.
  5. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), berguna untuk mencari prioritas masalah dan pencegahannya.
  6. Mistake – Proofing, berguna untuk pencegahan cacat dan perbaikan proses.
  7. QFD (Quality Function Deployment), untuk mendesain produk, proses dan jasa.

Terminologi yang menjadi kunci utama konsep six sigma adalah sebagai berikut:

  • CTQ (Critical to Quality) = atribut utama dari kebutuhan konsumen. CTQ dapat diartikan sebagai elemen dari proses/ kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap pencapaian kualitas yang diinginkan
  • Defect = kegagalan untuk memuaskan pelanggan
  • Process Capability = kemampuan proses untuk bekerja dan menghasilkan produk yang berkualitas
  • Variation = sesuatu yang dirasakan dan dilihat oleh pelanggan. Six sigma berfoku untuk mengetahui apa penyebab variasi dan mencegah terjadinya variasi itu, sehingga dapat meningkatkan kapabilitas dari proses.
  • Stable Operation = menjaga konsistensi dari proses yang telah diprediksi sehingga dapat meningkatkan kapabilitas proses.
  • Design For Six Sigma (DFSS) = suatu desain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan kemampuan proses.
  • DPMO (Defect Per Million Opportunity) = ukuran kegagalan dalam six sigma yang menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan.
  • DMAIC = merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju six sigma.

2. Pihak-Pihak Pelaksana

Brue (2002) mencatat pihak-pihak yang harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan six sigma di dalam perusahaan. Pihak-pihak tersebut meliputi:

a. Executive Leaders

Pimpinan puncak perusahaan yang komit untuk mewujudkan six sigma, memulai dan memasyarakatkannya di seluruh bagian, divisi, departemen dan cabang-cabang perusahaan.

b. Champions

Yaitu orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan proyek six sigma. Mereka merupakan pendukung utama yang berjuang demi terbentuknya black belts dan berupaya meniadakan berbagai rintangan/hambatan baik yang bersifat fungsional, finansial, ataupun pribadi agar black belts berfungsi sebagaimana mestinya. Bisa dikatakan Champions menyatu dengan proses pelaksanaan proyek, para anggotanya berasal dari kalangan direktur dan manajer, bertanggung jawab terhadap aktivitas proyek sehari-hari, wajib melaporkan perkembangan hasil kepada executive leaders sembari mendukung tim pelaksana. Sedangkan tugas-tugas lainnya meliputi memilih calon-calon anggota black belt, mengidentifikasi wilayah kerja proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin terlaksananya proyek sesuai dengan jadwal, dan memastikan bahwa tim pelaksana telah memahami maksud/tujuan proyek.

b. Master Black Belt

Orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat (mentor) dan pemandu. Master black belt adalah orang-orang yang sangat menguasai alat-alat dan taktik six sigma, dan merupakan sumber daya yang secara teknis sangat berharga. Mereka memusatkan seluruh perhatian dan kemampuannya pada penyempurnaan proses. Aspek-aspek kunci dari peranan master black belt terletak pada kepiawaiannya untuk memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mengambil alih proyek/tugas/pekerjaan.

c. Black Belts

Dipandang sebagai tulang punggung budaya dan pusat keberhasilan six sigma, mengingat mereka adalah orang-orang yang: memimpin proyek perbaikan kinerja perusahaan; dilatih untuk menemukan masalah, penyebab beserta penyelesaiannya; bertugas mengubah teori ke dalam tindakan; wajib memilah-milah data, opini dengan fakta, dan secara kuantitatif menunjukkan faktor-faktor potensial yang menimbulkan masalah produktivitas serta profitabilitas; bertanggung jawab mewujudnyatakan six sigma.

Para calon anggota black belts wajib memenuhi syarat-syarat seperti: memiliki disiplin pribadi; cakap memimpin; menguasai ketrampilan teknis tertentu; mengenal prinsip-prinsip statistika; mampu berkomunikasi dengan jelas; mempunyai motivasi kerja yang memadai.

d. Green Belts

Adalah orang-orang yang membantu black belts di wilayah fungsionalnya. Pada umumnya green belts bertugas: secara paruh waktu di bidang yang terbatas; mengaplikasikan alat-alat six sigma untuk menguji dan menyelesaikan problema-problema kronis; mengumpulkan/ menganalisis data, dan melaksanakan percobaan-percobaan; menanamkan budaya six sigma dari atas ke bawah.

3. Metodologi Six Sigma

Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan Scroeder, 2000).

Proyek six sigma mempunyai impact besar terhadap kepuasan konsumen dan impact yang signifikan pada bottom-line terpilih. Manajemen puncak mempunyai peranan penting selama seleksi proyek dan sebagai leader. Proyek didefinisikan secara jelas dalam hal expected key deliverables, yaitu DPMO level atau sigma quality levels, RTY, Quality Cost dsb. Dalam pendekatan keseluruhan, masalah nyata dibalik kedalam masalah satistik. Hal ini dilakukan dengan mapping proses, yaitu mendefinisikan variable-variabel kunci input proses (key process input variables KPIVs or ‘ x’s) dan variable-variabel kunci output proses (key process output variables KPOVs or ‘ y’s). kekuatan statistical tools digunakan untuk menentukan statistical solution.

Ada lima tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma ini yaitu Define-Measure–Analyze-Improve-Control (DMAIC), dimana tahapannya merupakan tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan kualitas dengan Six Sigma. Siklus DMAIC dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Siklus DMAIC

Sumber : Pande, Peter. 2000

4. Langkah – Langkah Six Sigma

a. Define (D)

Langkah ini adalah langkah operasional awal dalam program peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap define ada 2 hal yang perlu dilakukan yaitu:

  • Mendefinisikan proses inti perusahan
  • Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu proses inti akan dievaluasi. (Peter S. Pende, 2000)

  • Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan
  • Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal adalah tugas Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang diinginkan pelanggan eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan (voice to customerVOC) menjadi hal yang menantang. Dalam hal mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan adalah memahami dan membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan output dan persyartan pelayanan. (Peter S. Pende, 2000)

    Persyaratan output berkaitan dengan karakteristik dan atau features dari produk akhir (barang/jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses. Dalam hal ini dapat saja berbagai macam persyaratan output, tetapi pada dasarnya semua itu berkaitan dengan daya guna (usability) dan efektivitas dari produk akhir itu di mata pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002 : 64)

    Tahap ini mendefinisikan beberapa hal yang terkait dengan:

    1. Pendefinisian Kriteria Pemilihan Proyek Six Sigma, dimana pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan identifikasi proyek yang terbaik sepadan dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi sekarang.
    2. Pendefinisian Peran Orang-orang yang Terlibat dalam Proyek Six Sigma sesuai dengan pekerjaannya
    3. Pendefinisian Kebutuhan Pelanggan dalam Proyek Six Sigma berdasarkan kriteria pemilihan proyek Six Sigma dimana proses transformasi pengetahuan dan metodologi Six Sigma melalui sistem pelatihan yang terstruktur dan sistematik untuk kelompok orang yang terlibat dalam program Six Sigma.
    4. Pendefinisian Proses Kunci Beserta Pelanggan dari Proyek Six Sigma yang dilakukan sebelum mengetahui model proses “SIPOC (Suppliers-Inputs-Processes-Outputs-Customers)”. SIPOC adalah alat yang berguna dan paling banyak digunakan dalam manajemen dan peningkatan proses. Atau “SIRPORC (Suppliers-Inputs Requirements-Processes-Output Requirements-Customers) apabila kebutuhan Input dan Output dimasukkan ke dalam SIPOC dan persyaratan Output harus berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan.
    5. Pendefinisian Kebutuhan Spesifik dari Pelanggan yang Terlibat dalam Proyek Six Sigma
    6. Pendefinisian Pernyataan Tujuan Proyek Six Sigma, dimana pernyataan tujuan proyek yang harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma terpilih adalah benar apabila mengikuti prinsip SMART, yaitu Spesifik, Measureable, Achievable-Result-oriented, Time-bound.
    7. Daftar Periksa pada Tahap DEFINE (D) untuk memudahkan sekaligus meyakinkan kita bahwa kita telah menyelesaikan tahap DEFINE (D) dengan baik.

    b. Measure (M)

    Dalam langkah yang kedua dalam tahapan operasional pada program peningkatan kualitas Six Sigma terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu: (Vincent Gaspersz, 2002: 72-198)

    • Menentukan karakteristik kualitas kunci

    CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung dari persyaratan – persayaratan output dan pelayanan. Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik kualitas sama dengan jumlah kesempatan penyebab cacat (opportunities to failure). (Breyfogle III, Forest W, 1999: 140)

    • Mengembangkan rencana pengumpulan data

    Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu:

    • Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karaktersitik kualitas output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini adalah mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses.
    • Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang diinginkan pelanggan.
    • Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spessifik dari pelanggan. Jadi pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk dan/atau jasa yang diserahkan kepada pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002: 96)
    • Pengukuran baseline kinerja

    Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada upaya-upaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defects) sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Maka sebelum peningkatan kualitas six sigma dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja sekarang atau dalam terminologi Six Sigma disebut sebagai baseline kinerja. Setelah mengetahui baseline kinerja maka kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai dapat diukur sepanjang masa berlaku Six Sigma:

    • Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya dilakukan apabila itu terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran kinerja pada tingkat proses akan memberikan baganan secara jelas dan konprehensif tentang segala sesuatu yang terjadi dalam sub proses itu.
    • Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output, dilakukan secara langsung pada produk akhir yang akan diserahkan pada pelanggan. Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses itu untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari pelanggan, sebelum produk itu diserahkan pada pelanggan.
    • Pengukuran baseline kinerja pada tingkat outcome, dilakukan secara langsung pada pelanggan yang menerima output (produk dan jasa) dari suatu proses.

    Ukuran hasil baseline kinerja yang digunakan dalam Six Sigma adalah tingkat DPMO (Defects Per Millions Oppurtunities) dan pencapaian tingkat sigma. (Vincent Gaspersz, 2002 : 99)

    c. Analyze (A)

    Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas. Pada tahap ini, tiga hal yang perlu dilakukan yaitu:

    • Menentukan stabilitas dan kemampuan proses

    Proses industri harus dipandang sebagai suatu penigkatan terus-menerus, yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk (barang dan/atau jasa), pengembangan produk, proses produksi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk itu dapat dikembangkan ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksinya.

    Dalam menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu, maka akan dibutuhkan alat-alat statistika sebagai alat analisis. Prosedur lengkap penggunaan alat-alat statistik untuk pengembangan industri menuju stabil dan mampu (stability dan capability). Berikut adalah pengertian ukuran dari proses stabil dan proses yang mampu ditunjukkan pada Tabel 9.2:

    Tabel 2. Stabilitas dan Kapabilitas Proses

    Status Proses

    No.

    Stabilitas

    Kapabilitas

    Situasi

    Analisis

    1.

    Tidak

    Tidak

    • Keadaan proses diluar pengendalian
    • Proses akan menghasilkan produk cacat terus menerus (keadaan kronis)
    Sistem industri berada dalam kondisi paling buruk

    2.

    Ya

    Tidak

    • Keadaan proses didalam pengendalian
    • Proses masih menghasilkan cacat
    Sistem industri berada dalam status antara menuju peningkatan kualitas global

    3.

    Ya

    Ya

    • Keadaan proses berada dalam pengendalian
    • Proses tidak menghasilkan produk cacat (zero defect)
    Sistem industri berada dalam kondisi dalam baik, merupakan target Six Sigma

    4.

    Tidak

    Tidak

    Proses berada di luar pengendalian proses menimbulkan masalah kualitas secara sporadis Sistem industri tidak dapat diperkirakan (unpredictable) dan tidak diinginkan oleh manajemen industri

    (Vincent Gaspersz, 2002 : 203)

    • Menentukan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci

    Setelah melakukan analisis kapabilitas maka langkah selanjutnya adalah menetapkan target-target kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci untuk ditingkatkan. Konseptual penetapan target kinerja dalam program pendekatan kualitas Six Sigma merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu harus mengikuti prinsip dari SMART (specific-measurable-achievabl-result oriented-time bound) yaitu :

      • Specific, target kinerja berkaitan langsung dengan peningkatan kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan dan mempengaruhi kepuasan pelanggan.
      • Measurable, target kinerja harus dapat diukur dengan menggunakan indikator pengukuran yang tepat, guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu mendatang.
      • Achievable, target kinerja peningkatan kualitas harus dapat dicapai melalui usaha yang menantang.
      • Result-oriented, target kinerja dari peningkatan kualitas harus berfokus pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja karakteristik kualitas kunci.
      • Time-bound, target kinerja harus menetapkan batas waktu pencapaian target karakteristik kualitas kunci dan target tersebut harus tercapai pada batas waktu yang telah ditetapkan.
    • Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas

    Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma membutuhkan identifikasi masalah secara tepat, menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas tersebut, dan mengajukan solusi masalah yang efektif dan efisien. (Vincent Gaspersz, 2002 : 201-280)

    Pada proses analyze terdapat pemilihan peta kontrol yang disini digunakan peta kontrol-u karena data yang digunakan adalah data atribut dengan ukuran sampel yang berbeda-beda. Data yang dikumpulkan berupa jumlah ketidaksesuaian dalam sampel. Banyaknya ketidaksesuaian rata-rata per unit dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    ………………….(3)

    d. Improve (I)

    Setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi, maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan untuk melakukan peningkatan kualitas Six Sigma. Pada dasarnya rencana-rencana tindakan akan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana tersebut.

    Menetapkan Suatu Rencana Tindakan untuk Melakukan Peningkatan Kualitas Six Sigma:

      • Dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi
      • Rencana Tindakan mendeskripsikan tentang alokasisumber-sumber daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana itu
      • Untuk mengembangkan rencana tindakan dapat menggunakan metode 5W-2H

    Tabel 3. Rencana Tindakan dengan Metode 5W-2H

    Jenis

    5W2H

    Deskripsi

    Tindakan

    Tujuan utama What Apa yang menjadi target utama dari perbaikan/peningkatan kualitas? Merumuskan target sesuai dengan kebutuhan konsumen
    Alasan kegunaan Why Mengapa rencana tindakan itu diperlukan?Penjelasan tentang kegunaan dari rencana tindakan yang dilakukan
    Lokasi Where Di mana rencana tindakan itu akan dilaksanakan?Apakah aktivitas itu harus dikerjakan di sana? Mengubah urutan aktivitas atau mengkombinasikan aktivitas-aktivitas yang dapat dilaksanakan bersama
    Urutan When Bilamana aktivitas rencana tindakan itu akan terbaik untuk dilaksanakan?Apakah aktivitas itu dapat dikerjakan kemudian?
    Orang Who Siapa yang akan mengerjakan aktivitas rencana tindakan itu?Apakah ada orang lain yang dapat mengerjakan aktivitas rencana tindakan itu?Mengapa harus orang itu yang ditunjuk untuk mengerjakan aktivitas itu?
    Metode How Bagaimana mengerjakan aktivitas rencana tindakan itu?Apakah metode yang digunakan sekarang, merupakan metode terbaik?Apakah ada cara lain yang lebih mudah? Menyederhanakan aktivitas-aktivitas rencana tindakan yang ada
    Biaya/manfaat How much Berapa biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas rencana tindakan ini?Apakah akan memberikan dampak positif pada pendapatan dan biaya (meningkatkan efektifitas dan efisiensi), setelah melaksanakan rencana tindakan itu? Memilih rencana tindakan yang paling efektif dan efisien
    • Tim Proyek dapat menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan alat sepert: diagram CEDAC (Cause Effect Diagram with Additional Curve) atau FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
    • Efektivitas dari rencana tindakan yang dilakukan akan tampak dari:
      • Penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ) terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya Kapabilitas Sigma
      • penurunan DPMO menuju target kegagalan nol (zero defect) atau mencapai kapabilitas proses pada tingkat lebih besar atau sama dengan 6-sigma

    Untuk memudahkan sekaligus meyakinkan bahwa kita telah menyelesaikan tahap IMPROVE (I) dengan baik, maka daftar periksa yang ditampilkan dapat dijadikan panduan atau pedoman kerja. Jika semua pertanyaan dalam daftar periksa itu telah dijawab dengan YA, maka berarti kita boleh melangkah ke tahap berikutnya, yaitu tahap CONTROL (C).

    e. Control (C)

    Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan untuk meyakinkan bahwa hasil yang diiginkan sedang dalam proses pencapaian. Hasil dari tahap improve harus diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat dilihat pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses.

    Selain dengan menggunakan langkah-langkah DMAIC yang telah disebutkan di atas, six digma juga menggunakan metodologi DMADV (DefineMeasureAnalyzeDesignVerify). DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses yang sudah ada sebelumnya, sedangkan DMADV digunakan untuk menghasilkan desain produk atau proses baru untuk kinerja proses yang dapat diprediksikan dan bebas defect.

    DMADV, seperti halnya DMAIC, juga terdiri atas lima langkah yang harus dilaksanakan, yaitu:

    • Define: mendefinisikan tujuan-tujuan dari aktivitas desain yang konsisten dengan keinginan konsumen dan strategi bisnis perusahaan.
    • Measure: mengukur dan mengidentifikasi CTQ (critical to quality), kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi, dan taksiran resiko.
    • Analyze: menganalisa alternatif-alternatif yang dirancang dan dibangun, menciptakan rancangan tingkat atas dan mengevaluasi kapabilitas rancangan untuk memilih rancangan yang terbaik.
    • Design: merancang detail, mengoptimalkan rancangan, dan merencanakan verivikasi rancangan. Fase ini mungkin saja membutuhkan proses simulasi.
    • Verify: menguji rancangan dan mengimplementasikan proses produksi dan menyerahkannya pada pemilik proses.

    June 30, 2008 at 2:53 am 8 comments


    May 2024
    M T W T F S S
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

    Archives

    Jumlah visitor:

    • 728,350 orang